Kesenjangan digital adalah kesenjangan ekonomi dan sosial terkait akses, penggunaan, atau dampak teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kesenjangan antara antarnegara (seperti kesenjangan digital di Amerika Serikat) dapat mengacu kepada kesenjangan antar individu, rumah tangga, bisnis, atau wilayah geografis, biasanya dengan tingkat sosial-ekonomi yang berbeda atau kategori demografi lain. Kesenjangan antarnegara atau kawasan dunia disebut kesenjangan digital global, yaitu kesenjangan teknologi antara negara berkembang dan negara maju di tingkat internasional. Ketikdaksamaan dalam hak akses pada komputer dan internet antara kelompok yang didasarkan pada satu atau lebih. Kesenjangan sosial tentang perbedaan akses antara berbagai kelompok sosial karena hambatan sosio - demografis seperti kelas, pendapatan, pendidikan, jenis kelamin, usia dan ras. Definisi kesenjangan penguasaan teknologi (digital divide) menurut OECD tahun 2001, yaitu suatu gap/kesenjangan antar individu, kelompok, bisnis, dan area geografis pada level sosial-ekonomi yang berbeda, dimana sangat membutuhkan akses teknologi informasi dan komunikasi serta penggunaan internet untuk berbagai aktivitas kehidupan. Berdasarkan (Norris 2001; Meredyth et al 2003; Servon 2002; Holderness 1998; Haywood 1998 ) kesenjangan digital didefinisikan sebagai berikut :
"Academics
have generally defined the digital divide as being primarily about the gap that
exists between people who have access to the digital media and the Internet and
those who do not have any access."
Yang artinya: “Akademis secara umum mendefinisikan kesenjangan digital terutama
tentang kesenjangan yang ada antara orang-orang yang memiliki akses ke media
digital dan Internet dan mereka yang tidak memiliki akses apa pun.”
Berdasarkan
pengertian terseut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan digital kesenjangan yang
ada antara orang-orang yang memiliki akses ke media digital dan internet dan
mereka yang tidak memiliki akses apapun. Lisa Servon berpendapat
“kesenjangan digital telah didefinisikan sebagai masalah akses dalam arti
sempit kepemilikan atau izin untuk menggunakan komputer dan Internet” ( Servon
2002: 4 ). Dia berpendapat bahwa kepemilikan dan akses tidak selalu jumlah
untuk digunakan dalam semua kasus karena beberapa orang yang memiliki akses
pengguna mungkin tidak terampil internet atau dalam kasus di mana mereka
memiliki keterampilan, mereka mungkin tidak menemukan konten yang relevan
online untuk menjadi pengguna konsisten. Sedangkan akses fisik ke komputer dan
internet tentunya merupakan salah satu variabel kunci untuk menentukan
kesenjangan digital, ada kebutuhan untuk memperluas konsep dengan melihat
bagaimana faktor-faktor lain seperti membaca, literasiteknologi, isi, bahasa,
jaringan dan biaya yang berkaitan dengan akses internet, membantu dalam pemahaman
tentang kesenjangan digital. Penyebab terjadinya kesenjangan digital, yaitu:
1.
Infrastruktur
Masalah
kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia sebenarnya banyak dipengaruhi
oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan regulasi
di berbagai daerah. Sebagai contoh, adanya perbedaan pola hidup antara
masyarakat perkotaan dan pedesaan di daerah-daerah yang sudah maju. Masyarakat
perkotaan di daerah yang sudah maju mempunyai kemampuan dan wawasan yang lebih
tinggi akan teknologi informasi dibandingkan masyarakat perkotaan yang hidup di
daerah kurang maju. Demikian pula, masyarakat pedesaan di daerah yang sudah
maju, mereka akan mempunyai pengetahuan yang sedikit lebih tinggi untuk
mengenal teknologi informasi dibanding masyarakat pedesaan di daerah yang
kurang maju bahkan tidak terjangkau jaringan komunikasi sama sekali. Contoh
mudah mengenai kesenjangan infrastruktur ini yaitu orang yang memiliki akses ke
komputer bisa bekerja dengan cepat. Ia bisa menulis lebih cepat dibandingkan
mereka yang masih menggunakan mesin ketik manual. Contoh yang lain, orang yang
mempunyai akses ke komputer internet, otomatis mempunyai wawasan yang lebih
luas di bandingkan mereka yang sama sekali tidak punya akses ke informasi di
Internet yang serba luas.
2.
Kekurangan skill SDM
Kekurangan
skill SDM disini bisa dikatakan sebagai minat dan kemampuan dari seseorang
untuk menggunakan sarana digital. Masih banyak masyarakat yang merasa gugup,
takut sehingga enggan menggunakan sarana digital seperti komputer atau laptop.
3.
Kekurangan isi / materi (content)
Konten
berbahasa Indonesia menentukan bisa tidaknya seorang dapat mengerti mengakses
internet, di Indonesia terutama kota-kota tingkat pendidikan sudah lebih
tinggi. Jadi, sedikit banyak sudah mengerti bahasa Inggris. Sedangkan yang di
desa, seperti petani-petani, mereka masih sangat kurang dalam menggunakan
bahasa asing (Inggris).
4.
Kurangnya pemanfaatan akan internet itu
sendiri
Berbicara
mengenai kesenjangan digital, bukanlah semata-mata persoalan infrastuktur.
Banyak orang memiliki komputer, bahkan setiap hari, setiap jam bisa mengakses
Internet tetapi tidak menghasilkan apapun. Misal, ada seorang remaja punya
akses ke komputer dan Internet. Tapi yang dia lakukan hanya Chatting yang
biasa-biasa saja. Tentu saja, ia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan
yang diberikan oleh teknologi digital. Itu artinya, kesenjangan digital tidak
hanya bisa dijawab dengan penyediaan infrastruktur saja. Infrastruktur tentu
dibutuhkan tetapi persoalannya adalah ketika orang punya komputer dan bisa
mengakses Internet.
5.
Perbedaan kelas
Kelas
merupakan salah satu penentu utama inklusi digital atau pengecualian. Mike
Holderness berpendapat bahwa “itu tetap kasus yang paling tajam, paling jelas
enumerable membagi dalam ruang cyber adalah mereka berbasis di mana seseorang
hidup dan berapa banyak uang satu memiliki” ( Holderness 1998: 37 ). Dalam
kebanyakan kasus, orang kaya cenderung tinggal di tempat dengan infrastruktur
telekomunikasi yang baik dengan broadband dan nirkabel jaringan, sedangkan
miskin orang yang tinggal di ghetto kurang cenderung memiliki baik sanitasi,
apalagi jaringan telekomunikasi yang baik (lihat Hoffman et al, 2000; Ebo 1998).
Kecenderungan umum di kedua negara maju dan berkembang adalah bahwa kelas kaya
adalah yang pertama untuk memiliki dan menggunakan teknologi media ini mutakhir
sementara orang-orang miskin hanya mendapatkan mereka sebagai akibat dari efek
trickle -down ketika harga komputer dan koneksi internet menjadi terjangkau. Internet sendiri adalah modal - intensif dan
kemudian kebanyakan orang miskin disimpan di pinggiran nya karena komputer,
modem, perangkat lunak dan Internet Service Provider bulanan langganan mungkin
tidak terjangkau bagi mereka.
6.
Pendidikan
Sebagian
besar digital orang dikecualikan lebih cenderung kurang berpendidikan dan akan
kurang baik dibayar dalam pekerjaan mereka, meskipun hal ini tidak berarti
bahwa mereka tidak menggunakan Internet. Misalnya PBB Program Pangan Dunia (UNWFP)
memiliki inovatif secara online kampanye penggalangan dana musiman di Afrika
yang menghubungkan masyarakat miskin, kurang berpendidikan petani skala kecil
di daerah pedesaan untuk menjual sebagian dari tanaman mereka secara online
(UNWFP 2007). Demikian pula, orang juga dapat menemukan bahwa orang-orang tua
berpendidikan mungkin sering menggunakan Internet lebih dari pemuda
berpendidikan dan menganggur muda di daerah perkotaan maju dan berkembang.
Namun, seperti Suzanne Damarin berpendapat, jenderal Kecenderungan adalah bahwa
pendidikan atau kurangnya lebih lanjut memperkuat kesenjangan antara mereka
yang bisa menggunakan internet dan mereka yang tidak bisa karena kemungkinan
menggunakan Internet selalu meningkat dengan tingkat seseorang pendidikan
karena pengarusutamaan TIK baru dalam pendidikan (lDamarin 2000 : 17 ).
Dampak
Positif Kesenjangan Digital
Bagi
sebagian orang yang belum mengenal atau menerapkan teknologi adalah masyarakat
dapat termotifasi untuk ambil bagian dalam peningkatan teknologi informasi. Teknologi
informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau
menggabungkan berbagai informasi, data dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai
ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan
peralatan telekomunikasi modern.
Dampak negatif
kesenjangan digital
Bagi
mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi
memiliki peluang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara
yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya yang
kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin. Kemajuan Teknologi Informasi
itu terlahir dari sebuah kemajuan zaman, bahkan mungkin ada yang menolak
anggapan, semakin tinggi tingkat kemajuan yang ada, semakin tinggi pula tingkat
kriminalitas yang terjadi.
Solusi Mengurangi
Kesenjangan Digital
Langkah
yang terbaik untuk mengurangi kesejangan digital adalah menyiapkan masyarakat
untuk bisa menangani, menerima, menilai, memutuskan dan memilih informasi yang
tersedia. Penyiapan kondisi psikologis bagi masyarakat untuk menerima, menilai,
memutuskan dan memilih informasi bagi diri mereka sendiri akan lebih efektif
dan mendewasakan masyarakat untuk bisa mengelola informasi dengan baik. Dengan
kemajuan teknologi informasi seseorang atau masyarakat akan mendapat kemudahan
akses untuk menggunakan dan memperoleh informasi. Misalnya dengan mengadakan
penyuluhan kesekolah-sekolah tentang penggunaan Internet. Pembangunan fasilitas
telekomunikasi antara kota dan desa, sehingga setiap masyarakat yang ingin
mengakses informasi dapat tercapai dengan tersedianya fasilitas telekomunikasi
yang memadai. Wartel dan Warnet memainkan peranan penting dalam mengurangi
digital divide. Warung Telekomunikasi dan Warung Internet ini secara berkelanjutan
memperluas jangkauan pelayanan telepon dan internet, baik di daerah kota maupun
desa. Peran mahasiswa teknologi informasi untuk mendukung pemerintah dalam
mewujudkan masyarakat informasi di tahun 2025 tidaklah mustahil jika
dicanangkan sejak sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan dapat
direalisasikan secara berkelanjutan yaitu melalui program Kuliah Kerja Nyata
(KKN) yang mengangkat jargon Pemberdayaan Pembelajaran Masyarakat, yang
diadakan setiap semester di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tidak ada
salahnya apabila pihak universitas dan pemerintah bekerja sama untuk membentuk
tema khusus yang berkaitan dengan pengenalan teknologi informasi di masyarakat,
sedangkan mahasiswa bertindak sebagai pelakunya. Sejumlah keterbatasan yang
menjadi faktor pendukung di lapangan juga harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Misalnya dengan melakukan survey daerah pelosok yang sudah terjangkau listrik,
jaringan telepon, dan internet. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian
mengenai kondisi sosial, budaya, dan pendidikan masyarakat setempat untuk
mengetahui tingkat antusiasme dan kesadaran masyarakat untuk menyongsong
masyarakat informasi di masa depan. Hal ini bukanlah menjadi hal yang sulit
apabila sudah benar-benar direncanakan dan ditanggapi menjadi masalah yang
fundamental oleh pemerintah. Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh seorang
mahasiswa untuk mengatasi kesenjangan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
tahap dan metode pembelajaran. Pertama, diawali dengan sosialisasi dan pengenalan
yang mendasar tentang pentingnya masyarakat informasi agar dapat bersaing
dengan dunia global. Kedua, perlunya pelatihan dan pembelajaran secara bertahap
sesuai dengan kemampuan sumber daya dan prasarana yang dimiliki setiap individu
masyarakat. Ketiga, menanamkan pola pikir masyarakat akan pentingnya media
informasi untuk meningkatkan produktivitas kerja di berbagai aspek kehidupan. Untuk
itu, sudah saatnya peran mahasiswa teknologi informasi dibantu oleh pemerintah
dan masyarakat digalakkan di berbagai pendidikan tinggi Indonesia untuk
menghadapi masalah kesenjangan digital yang terlalu renggang, sehingga kelak
mimpi Indonesia mewujudkan masyarakat informasi benar-benar bisa dirasakan
setiap lapisan masyarakat di mana pun mereka tinggal.
Referensi:
http://newjoesafirablog.blogspot.com/2012/06/kesenjangan-digital-di-era-teknologi.html
No comments:
Post a Comment